Jumat, 26 September 2014

Pendidikan Pancasila

LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

    Pengertian, Fungsi dan Peranan Pancasila
Pancasila sebagai obyek kajian ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara, sebagai kepribadian bangsa, bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus dideskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya, maka pengertian Pancasila itu meliputi lingkup pengertian secara etimologis, pengertian secara historis, dan pengertian secara terminologis.
1.      Pengertian Pancasila secara etimologis
Secara etimologis, istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta, India (bahasa kasta Brahmana) yang menurut Muh. Yamin, perkataan “Pancasila” itu memiliki dua arti secara leksikal, yaitu : panca artinya lima, dan syila vokal i pendek artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik, yang baik atau yang senonoh.
Kata Pancasila dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa kemudian diartikan susila yang mempunyai hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata Pancasila yang dimaksudkan adalah istilah Panca Syila yang memiliki makna leksikal berbatu sendi lima, atau secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Adapun makna Panca Syiila adalah lima aturan tingkah laku yang penting (Muh. Yamin, 1960 : 437).
Ajaran Pancasyiila menurut Budha adalah lima aturan (larangan) = five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut awam, terdiri atas :
a.       dilarang membunuh (jangan mencabut nyawa makhluk hidup = Panatipada veramani sikhapadam samadiyani)
b.      dilarang mencuri (janganlah mengambil barang yang tidak diberikan = Dinna dana veramani shikapadam samadiyani)
c.       dilarang berzina (janganlah berhubungan kelamin = Kameshu micchacara vermani shikapadam samadiyani)
d.      dilarang berdusta (janganlah berkata palsu = Musawada veramani shikapadam samadiyani)
e.       dilarang minim minuman keras (janganlah minum minuman yang menghilangkan pikiran = Sura meraya masjja pamada tikana veramani) (Zainal Abidin, dalam Kaelan, 2002 : 21-22)
Ajaran Pancasila Budhisme masuk ke Indonesia melalui penyebaran agama Hindu-Budha di Jawa pada jaman Majapahit, di bawah Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gadjah Mada. Dalam kepustakaan Jawa perkataan Pancasila ditemukan dalam keropak Negarakertagama, berupa syair pujian (kakawin) karya Empu Prapanca, terdapat dalam sarga 53 bai ke-2 yang berbunyi : Yatnagegwani pancasyiila kartasangskarbhisekaka karma yang artinya Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila), begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.

Dalam buku Sutasoma karangan Tantular “Pancasila” diartikan :
a.       berbatu sendi yang kelima (dari bahasa Sansekerta)
b.      pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama);yaitu :
1)      tidak boleh melakukan kekerasan;
2)     tidak boleh mencuri;
3)     tidak berjiwa dengki;
4)     tidak boleh berbohong;
5)     tidak boleh mabuk minuman keras (Dardji Darmodihardjo, 1991: 15).

Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar di seluruh Indonesia, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) tetap dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut “lima larangan” atau “lima pantangan” moralitas, yaitu  dilarang : mateni(membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (menum minuman keras atau menghisap candu), dan main (berjudi). Karena semua larangan itu diawali huruf M (bahasa Jawa Ma) maka dikenal dengan istilah Ma lima atau “M-5”).

2.      Pengertian Pancasila Secara Historis
Pengertian Pancasila secara historis adalah terminologi Pancasila dilihat dari riwayat sejak penggunaan istilah, proses perumusan, sampai ditetapkannya menjadi dasar negara sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945. 
Proses perumusan Pancasila dimulai saat dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam pembukaan sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 mengajukan suatu masalah tentang calon rumusan dasar Negara Indonesia yang akan dibahas pada sidang tersebut. Selanjutnya pada sidang itu tampil 4 anggota yaitu Moh. Yamin, Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, dan Soepomo. Proses perumusan calon “Dasar Negara” dalam persidangan BPUPKI berlangsung dalam dua tahap yaitu :
*      Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945;
*      Sidang BPUPKI tanggal 10 – 16 Juni 1945.
Pada persidangan BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 Soekarno menyampaikan pidato tanpa teks mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia yang kemudian oleh beliau sendiri diusulkan diberi nama “Pancasila” (lima dasar). Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mensahkan UUD 1945 (termasuk Pembukaannya) yang didalamnya memuat rumusan lima prinsip sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuhnya tidak termuat istilah “Pancasila”. Namun telah cukup jelas bahwa Pancasila yang dimaksudkan adalah lima Dasar Negara RI sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yang berbunyi sebagai berikut:

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Peratuan Indonesia.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan/perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
          
  Hal tersebut didasarkan pada interpretasi histories terutama dalam proses pembentukan calon rumusan dasar Negara yang kemudian secara spontan diterima secara bulat oleh peserta sidang BPUPKI.

3.      Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Banyak penyebutan yang dihubungkan dengan Pancasila. Sekalipun semuanya benar, tetapi pada hakikatnya dapat dikembalikan kepada dua pengertian saja, yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

a.       Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut juga way of life (pandangan hidup), Weltanschauung (pandangan dunia), Wereldberschauwing (pegangan hidup),Wereld en levens beschauwing (pedoman dan petunjuk hidup). Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan hidup dan kehidupan sehari-hari di segala bidang. Semua tingkah laku manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila-sila Pancasila, karena sebagai Wetanschauung Pancasila satu kesatuan organis.
Berdasarkan pengertian ini maka Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi, yakni sebagai cita-cita dan pandangan hidup bangsa. Dilihat dari fungsinya, Pancasila mempunyai fungsi utama sebagai dasar negara RI. Dilihat dari materinya, Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia, yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila dibuat dari materi atau bahan “dalam negeri”, bahan asli murni dan merupakan kebanggaan bagi suatu bangsa yang patriotik (Dradji Darmodihardjo, 1991 : 17). 


Landasan Pendidikan Pancasila
Penyelenggaraan Pendidikan Pancasila, khususnya di Perguruan Tinggi memiliki landasan yang sangat kuat baik berupa landasan historis, landasan kutural, landasan yuridis, maupun landasan filosofis. Landasan-landasan tersebut secara lengkap tersebut dalam uraian di bawah ini.

1.      Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak jaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa asing yang menjajah dan menguasai bangsa Indonesia. Perjuangan bangsa Indonesia yang telah dilalui beratus-ratus tahun akhirnya menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri, serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pandangan dan filsafat hidup bangsa Indoneia itu merupakan ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara Indonesia dirumuskan secara sederhana namun mendalam, serta meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini, bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah kehidupan masyarakat internasional. Bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal itu dapat dilakukan bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ultural, tetapi melalui kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara obyektif ultural dapat dinyatakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Asal nilai-nilai Pancasila tidaklain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagaicausa materialis Pancasila. Oleh karena itu, berdasarkan fakta obyektif secara histories kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.

Berdasarkan pengertian dan ultura histories inilah maka sangat penting bagi para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami dan mengembangkan berdasarkan pendekatan ilmiahyang padagilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki sendiri. Konsekuensinya, secara histories Pancasila dalamkedudukannya sebagai dasar filsafat negara serta ultural bangsa dan negara bukannya suatu ideologiyang menguasai bangsa, tetapi justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri.

2.      Landasan Kultural
Seperti halnya bangsa-bangsa lain di dunia, Bangsa Indonesia juga memiliki pandangan hidup, filsafat hidup, dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang dibentuk berdasarkan suatu asas cultural yang dimiliki dan melekat pada diri bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukan hanya merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan karya besar bangsa Indonesia (sejajar dengan karya besar bangsa lain) yang diangkat dari nilai-nilai ultural yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara, seperti Soekarno, Moh. Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo, dll. Oleh karena itu para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya mengkaji danmendalamikarya besar bangsa tersebut sebagai upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntutan jaman.


3 .  Landasan Yuridis
Landasan Yuridis penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di PT adalah 
a.       Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 yang menetapkan “isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan”. UU ini diubah dan diganti dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 37 ayat (2) menentukan “Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat : a. pendidikan agama, b. pendidikan kewarganegaraan, dan c. bahasa. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tidak secara tegas diharuskan dilakukannya pengajaran Pendidikan Pancasila, boleh jadi ada kehendak untuk menghapuskan Pendidikan Pancasila dari Kurikulum PT. Namun demikian karena PP dari UU itu hingga saat belum terbit maka ketentuan Pasal 37 ayat (2) belum berlaku secara efektif.
b.      Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 13 ayat (2) menentukan bahwa “kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan”.
c.       Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, Pasal 10 ayat (1) menentukan “Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadianpada kurikulum inti yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi atau kelompok program studi terdiri atas Pendidikan pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan”.
d.      Keputusan Dirjen Dikti No.38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

4.  Landasan Filosofis
Berdasarkan kenyataan secara filosofis dan obyektif, bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sejak sebelum mendirikan negara. Bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, karena berdasarkan kenyataan obyektif manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan yang terwujud sebagai rakyat (sebagai unsur pokok negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat adalah dasar ontologis demokrasi karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara.
Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka dalam hidup bernegara nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat negara. Konsekuensinya, dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Secara umum mempelajari Pancasila mengandung 3 tujuan yaitu :

1.      untuk mengenathui Pancasila yang benar, yaitu yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara yuridis konstitusional maupun secara obyektif-ilmiah. Secarayuridis konstitusional, karena Pancasila adalah dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur atau menyelengarakan pemerintahan negara. Secara obyektif-ilmiah, karena Pancasila adalah suatu paham filsafat (philosophical way of thinking atauphilosophical system), sehingga uraiannya harus logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
2.      untuk mengamalkan Pancasila (yang benar secara yuridis konstitusional dan obyektif-ilmiah) sesuai dengan fungsinya;
3.      untuk mengamankan agar jiwa dan semangatnya, perumusan,dan sistematikanya yang sudah tepat benar itu tidakdiubah-ubah, apalagi dihapuskan atau diganti dengan paham yang lain.
Pada dasarnya, tujuan Pendidikan Pancasila merupakan realisasi dari sebagian tujuan Pendidikan Nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Dalam UUD NRI 1945 Alinea IV ditentutkan tujuan nasional Negara Indonesia yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencedaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 ayat (2) SK. Dirjen DIKTI No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi adalah “menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual, serta mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan :
1.      megambil sikap bertanggung  jawab sesuai dengan hati nuraninya;
2.      mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya;
3.      mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan IPTEK;
4.      memaknai peristiwa sejarah dan nilai budaya bangsa guna menggalang persatuan Indonesia.

Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara

Ini adalah topik yang akan dibahas lebih dalam lagi tentang Pancasila sebagai dasar Negara. Telah kita pahami kalau saja Pancasila memilike peran penting dan beberapanya telah dijabarkan diatas secara singkat.
Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara ialah Pancasila berperan sebagai landasan dan dasar bagi pelaksanaan pemerintahan, membentukan peraturan, dan mengatur penyelenggaraan negara.
Melihat dari 
makna pancasila sebagai dasar negara kita tentu dapat menyimpulkan bahwa pancasila sangat berperan sebagai kacamata bagi bangsa Indonesia dalam menilai kebijakan pemeritahan maupun segala fenomena yang terjadi di masayrakat.
Fungsi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Seperti yang sudah dibahas tadi kalau saja Pancasila memegang peran yang sangat penting. Berikut adalah beberapa fungsi dari Pancasila :
  1. Pancasila Sebagai Pedoman Hidup
    Disini Pancasila berperan sebagai dasar dari setiap pandangan di Indonesia Pancasila haruslah menjadi sebuah pedoman dalam mengambil keputusan
  2. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
    Pancasila haruslah menjadi jiwa dari bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan jiwa bangsa harus terwujud dalam setiap lembaga maupun organisasi dan insan yang ada di Indonesia
  3. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa
    Kepribadian bangsa Indonesia sangatlah penting dan juga menjadi identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila harus diam dalam diri tiap pribadi bangsa Indonesia agar bisa membuat Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa.
  4. Pancasila Sebagai Sumber Hukum
    Panacasila menjadi sumber hukum dari segala hukum yang berlaku di Indonesia. Atau dengan kata lain Pancasila sebagai dasar negara tidak boleh ada satu pun peraturan yang bertentangan dengan Pancasila
  5. Pancasila Sebagai Cita Cita Bangsa
    Pancasila yang dibuat sebagai dasar negara juga dibuat untuk menjadi tujuan negara dan cita cita bangsa. Kita sebagai bangsa Indonesia haruslah mengidamkan sebuah negara yang punya
    Tuhan yang Esa punya rasa kemanusiaan yang tinggi, bersatu serta solid, selalu bermusyawarah dan juga munculnya keadilan social.




Referensi
Dahlan Thaib, Pancasila Yuridis Konstitusional, AMP YKPN, Yogyakarta, 1994
Musthafa Kamal Pasha, Pancasila Dalam Tinjauan Historis, Yuridis, dan Filosofis, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2000 
tommysyatriadi.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar